Mengenal Pahlawan Wanita Indonesia Lintas Agama Part 2

in , by Rizka Amita Ridwan, November 13, 2024

 

        Berikut part dua dari para pahlawan wanita. 

  1. Laksamana Malahayati


Pahlawan wanita selanjutnya yang akan kita bahas adalah Malahayati, Laksamana wanita pertama di dunia . Ia lahir tahun 1550 di keluarga terpandang. Ayahnya adalah Laksamana Mahmud Syah, Panglima Angkatan Laut Kesultanan Aceh. Malahayati juga adalah cicit dari Sultan Salahuddin Syah, raja Kedua di Kesultanan Aceh.

Masa muda Malahayati diisi dengan mengikuti akademi militer Mahad Baitul Maqdis. Di usia 35 tahun, Malahayati menjabat Kepala Barisan Pengawal Istana Rahasia. 


Malahayati juga dikenal sebagai pendiri Inong Balee, pasukan yang seluruh anggotanya adalah perempuan. Pasukan ini ditakuti musuh di pesisir Aceh Besar dan Selat Malaka. Jumlahnya bukan puluhan lagi. Tetapi 2000 orang.


Sultan Aceh turut memfasilitasi Inong Balee dengan 100 kapal perang ukuran besar. dan membangun benteng Inong Balee sebagai basis latihan prajuritnya. 

Tugas Inong Balee sangat penting. Mereka bertugas mengawasi pelabuhan dan mengamankan jalur laut perdagangan. 


Pernah kejadian, Sultan memerintahkan Malahayati untuk mengusir dua kapal dagang Belanda. Pasukan Inong Balee berhasil menghancurkan kapal dan Malahayati berhasil melawan Cornelis, salah satu nahkoda kapal dalam duel satu lawan satu sehingga Cornelis pindah alam. 


Selain ahli perang, Malahayati juga ahli diplomasi. Beliaulah yang menjadi tangan kanan Sultan untuk urusan bilateral dengan pihak luar. 


Related : Part 1



  1. Kristina Martha Tiahahu



Bicara tentang para pahlawan Indonesia, tidak lepas dari keluarga mereka yang juga keluarga pejuang. Kristina lahir di desa Abubu, Nusalaut, 4 Januari 1800. Ayahnya bernama Kapitan Paulus, salah satu pemimpin tentara rakyat Maluku. 


Kristina berusia 17 tahun saat mulai terjun ke Medan perang melawan Belanda. Kristina juga ikut mengobarkan semangat di kalangan perempuan sehingga para perempuan mendukung perlawanan. 


Dalam sebuah pertempuran, Kristina berhasil membunuh salah satu pemimpin pasukan Belanda. Kemudian Belanda membalas dengan skala besar. Belanda memukul mundur pasukan rakyat, meratakan negeri Ulath dan Ouw tempat rakyat tinggal, dan membakar yang tersisa. Kapitan Paulus, Kapitan Pattimura, dan Kristina ditangkap Belanda.


Kapitan Paulus dan Kapitan Pattimura dijatuhi hukuman mati. Kristina dibebaskan tetapi ditangkap lagi. Saat ditangkap kedua kalinya, Kristina tidak mau makan dan menolak pengobatan. Hingga akhirnya Kristina wafat di usia 18 tahun.


Pola penjajah masih sama dari dahulu hingga sekarang. Persis seperti yang dilakukan Isr**l ke negeri semangka.

Mereka yang menjajah, giliran dibalas marah, lalu mencap rakyat yang melawan sebagai ter***s. Mereka juga yang kirim 85.000 ton bom ke Gaza. Yang tidak percaya boleh cek di sini ya


  1. Ida I Dewa Agung Istri Kanya




Ida I Dewa Agung adalah seorang putri Keraton Semarapura, Bali. Ayahnya bernama I Dewa Agung Putra Kusamba dan ibunya adalah Ida Anak Agung Istri Ayu Made Karang dari Puri Karangasem. Ia memimpin Bali dari 1814-1850.

Pada tahun 1949 terjadi pertempuran antara rakyat Bali dengan Belanda. Pertempuran ini bermula dari penerapan hukum tawan karang, dimana Raja Bali mempunyai hak penuh atas kapal yang terdampar di wilayahnya. 

Ada kapal Belanda terdampar dan disita oleh Raja Buleleng. Belanda tidak terima dan menyerang Buleleng. Melihat Buleleng kesulitan, Ida I Dewa Agung sebagai raja Klungkung ikut membantu Buleleng. Sayangnya pasukan Ida kalah. Belanda kemudian mengambil alih Kusamba.

Dalam satu hari Ida I Dewa bersama pasukannya memutuskan mengambil alih Kusamba. Pertempuran ini berakhir dengan wafatnya satu Jendral Belanda dan Kusamba berhasil diambil alih. Alhamdulillah, 30000 pasukan dari Bali berhasil mengalahkan Belanda. FYI, Kusamba adalah nama desa di kabupaten Klungkung, Bali.

  1. Siti Walidah



Ibu Siti walidah adalah istri K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah. Beliau juga sering dipanggil Nyai Ahmad Dahlan. Bersama suaminya, Nyai membuat kelompok diskusi bernama Sopo Tresno, yang kerap membahas hal-hal kewanitaan dari sudut pandang Islam. Di kemudian hari, nama Sopo Tresno berubah menjadi Aisyiyah.


Setelah K.H. Ahmad Dahlan wafat, Nyai melanjutkan perjuangan suaminya. Ia bahkan pernah memimpin kongres besar Muhammadiyah di Surabaya.

 

Di tahun 1942 Indonesia dijajah Jepang dan Aisyiyah dilarang. Siti Walidah turun langsung ke sekolah yang dikelola Jepang. Dia memprotes kebijakan Jepang pada anak sekolah dimana kebijakan itu tidak sesuai dengan agama dan budaya Indonesia seperti menyanyikan lagu Jepang, menghormat ke arah matahari dan bendera Jepang. 


Di tahun 1945 saat Belanda ingin menguasai Indonesia sekali lagi, Siti Walidah menyediakan rumahnya sebagai tempat persembunyian, dan memberi makanan untuk  para pejuang. 


Demikianlah kisah delapan pejuang wanita di Indonesia. Di antara mereka ada yang lahir tahun 1500-an, dan menjadi pemimpin pasukan. Batal sudah khayalanku yang berpikir wanita indonesia sebelum merdeka adalah manusia tidak sekolah, pakai sarung, dan BH Suroso. Kitalah yang hari ini mengalami kemunduran, bukan mereka.


Satu benang merah yang kita ambil di sini adalah, mereka berasal dari keluarga terdidik, ragam agama dan ras, tetapi mereka punya satu tujuan yang sama, yaitu  berjuang melawan penjajahan Belanda. 


Tidak ada satu orang di dunia ini yang rela dijajah, bukan? Dan mereka berjuang tidak sekedar karena ingin ‘persamaan derajat’, emansipasi, atau apalah namanya. Yang mereka perjuangkan lebih dari itu.  Membaca kisah pahlawan menyadarkan kita kalau kata ‘persamaan derajat’ ini adalah sejarah yang dikaburkan oleh orang orang yang tidak mau Indonesia maju.


Ya, saat itu tidak semua wanita sekolah. Wanita saat itu belum maju karena memang negara kita dijajah. Apa yang bisa diharap dari negara yang sedang dijajah? Yang salah siapa? Yang menjajah, atau yang dijajah? Tentu yang salah adalah penjajah. Mari kita coba melihat masalah dari akarnya.


Para pejuang wanita ini, dibesarkan oleh keluarga terpandang, agamis, moderat, yang sejak dini sadar wanita harus maju, harus berpendidikan, punya hak yang sama antara laki-laki dan perempuan. Tidak mungkin mereka bisa berjuang kalau keluarga mereka biasa-biasa saja. Ya kan?



        Sumber : 

  • Indonesia.go.id

  • aisyiyahstudies.org

  • budayabali.com


SHARE 9 comments

Add your comment

  1. Di usia yang masih muda ya Kristina itu berjuang untuk masyarakat. Keren banget. MasyaAllah

    BalasHapus
  2. Wah anakku kebetulan TK-nya di Aisyiyah, dan memang Indonesia memiliki banyak sekali pahlawan wanita dari lintas agama, yang tidak hanya berjuang melalui medan pertempuran tapi juga dalam dunia pendidikan. Perjuangan para pahlawan wanita ini harus dijadikan inspirasi apalagi semangatnya yang pantang menyerah karena di masa itu pasti tantangannya luar biasa.

    BalasHapus
  3. Ah ini part 2 nya ya
    Aku kagum banget sama mala hayati
    Keren
    Laksamana perempuan pertama y

    BalasHapus
  4. Salut sekali dengan keluarga yang membesarkan anak-anak perempuan dan berpengaruh terhadap sebuah pergerakan besar yang berdampak bagi Kemerdekaan Republik Indonesia. Aku rasa, inilah alasan mengapa nama-nama pahlawan perempuan ini abadi sebagai nama jalan di beberapa kota besar di Indonesia.

    Dan sangat tidak bisa membayangkan, betapa besar hati para orangtua mereka untuk mengikutsertanakan anak perempuan dalam medan perang (baik secara langsung maupun tidak langsung). Emansipasi itu nyata. Dan dimulai dari keluarga, anak-anak perempuan bisa se-POWERFUL anak laki-laki.

    BalasHapus
  5. masyAllaah terimakasih yaa mbaa sudah bikin list pahlawan kek gini

    BalasHapus
  6. Baru tahu pahlawan wanita Indonesia yang dari Bali. Bener benang merahnya adalah mereka sama-sama anti penjajahan dan berani melawan Belanda. Kalau ditelisik masih banyak pahlawan-pahlawan wanita dari daerah-daerah lain.

    BalasHapus
  7. Wah aku baru saja dari rumah pintar di jogja dan melihat foto walidah. Ternyata tokoh pahlawan wanita banyak ya.. hanya saja beberapa nama aku belum terlalu kenal.

    BalasHapus
  8. Malahayati dan Nyai Ahmad Dahlan idolaku. Dengan mengenal sosok pahlawan wanita, kita sebagai wanita semakin sadar bahwa perempuan pun bisa berdaya dan berdampak luar biasa.

    BalasHapus

Terimakasih telah singgah di rumahami. Mohon tidak meninggalkan link di kolom komentar. Admin menerima endorse dan kerjasama.

© Tempat Lihat Suka Suka · Designed by Sahabat Hosting